Kematian Mahasiswa Usai Diksar: Unila Dinilai Lamban dan 'Tutup Mata' di Bandar Lampung, Sanksi 'Bersihkan Embung' Dipertanyakan

Universitas Lampung (Unila) menuai kritik tajam atas respons lamban dan sanksi ringan "membersihkan embung" terhadap insiden Diksar Mahepel November 2024 yang menewaskan Pratama Wijaya Kusuma, memicu pertanyaan tentang akuntabilitas kampus dan perlindungan mahasiswa.

Jun 1, 2025 - 23:23
Jun 4, 2025 - 01:18
 0  12
Kematian Mahasiswa Usai Diksar: Unila Dinilai Lamban dan 'Tutup Mata' di Bandar Lampung, Sanksi 'Bersihkan Embung' Dipertanyakan
Gedung Fakultas Ekonomi Bisnis Unila

in:Realita, Bandar Lampumg – Tragedi meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa jurusan Bisnis Digital Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), usai mengikuti Pendidikan dan Latihan Dasar (Diksar) organisasi Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) pada November 2024, kini menjadi sorotan tajam. Pasalnya, respons pihak Unila terhadap dugaan kekerasan fisik yang merenggut nyawa mahasiswanya dinilai lamban dan terkesan 'tutup mata', dengan sanksi yang jauh dari harapan keadilan.

Kronologi Maut dan Dugaan Kekerasan Sistematis , Pratama Wijaya Kusuma diduga mengalami kekerasan fisik parah dari para seniornya selama kegiatan Diksar Mahepel yang berlangsung di Kaki Gunung Betung, Pesawaran, pada November 2024. Seorang teman Pratama, Faaris (atau Muhammad), yang juga menjadi peserta Diksar, menceritakan pengalaman mengerikan tersebut. Ia mengaku disuruh berjalan kaki selama 15 jam dengan istirahat hanya 5 menit, membawa tas berat, hingga menyebabkan muntah dan kaki lemas. Faaris bahkan memilih keluar dari Unila karena kekecewaannya terhadap sikap kampus.

Insiden tragis ini, yang terjadi di lingkungan akademik Universitas Lampung, Bandar Lampung , telah merenggut nyawa seorang pemuda yang memiliki masa depan cerah. Kepergian Pratama bukan hanya duka bagi keluarga, tetapi juga tamparan keras bagi dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman dan kondusif bagi pengembangan diri.

Jeritan Hati Ibu dan Desakan Publik: Unila Lamban Bersikap, duka mendalam dan kemarahan publik semakin memuncak setelah ibu almarhum, Novita Choirunnisa, mengungkapkan kesedihannya melalui unggahan emosional di akun TikTok @novitachoirunnisa pada  Rabu, 28 Mei 2025 .

"Sakitnya rasanya saat anak kesayanganku sudah tiada, jiwaku rasanya ikut lemah," tulis Novita, yang sontak memicu gelombang simpati dan desakan agar kasus ini diusut tuntas.

Menyusul unggahan tersebut, ratusan mahasiswa FEB Unila menggelar unjuk rasa di gedung Rektorat Unila pada Rabu sore, 28 Mei 2025, menuntut keadilan dan akuntabilitas kampus. Desakan ini muncul setelah berbulan-bulan sejak kejadian di November 2024, menunjukkan kelambanan respons dari pihak universitas.

Sanksi 'Bersihkan Embung': Akuntabilitas Unila Dipertanyakan

Alih-alih mengambil tindakan tegas dan cepat, respons pihak Universitas Lampung terhadap kasus yang melibatkan nyawa mahasiswanya ini justru menuai kritik pedas. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa sanksi yang diberikan kepada pengurus Mahepel dan Alumni yang mengakui kelalaian pada 12 Desember 2024, hanya sebatas membersihkan embung Rusunawa. Hukuman ini dianggap sangat tidak proporsional dan jauh dari rasa keadilan, mengingat konsekuensi fatal yang terjadi.

Kelambanan Sikap: Pihak Unila dinilai lamban dalam merespons dan mengusut tuntas kasus ini sejak awal kejadian di November 2024.

Sanksi Ringan: Hukuman "membersihkan embung" dianggap tidak mencerminkan beratnya pelanggaran yang mengakibatkan kematian.

Minimnya Transparansi Pelaku: Hingga kini, tidak ada nama individu pelaku atau panitia yang secara resmi diumumkan oleh pihak kampus, meskipun Wakil Rektor III Unila, Sunyono, pada 26 Mei 2025, mengumumkan pembentukan tim investigasi yang identitas anggotanya dirahasiakan. Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen Unila terhadap transparansi.

Sikap Unila yang terkesan "tutup mata" terhadap tragedi ini, di mana nyawa seorang mahasiswa telah melayang akibat aktivitas yang bahkan telah mendapatkan persetujuan dari Dekanat FEB , menimbulkan kekecewaan mendalam dan merusak citra institusi pendidikan tinggi.

Korban Lain dan Tuntutan Keadilan Menyeluruh. Tragedi ini tidak hanya menimpa Pratama. Total ada enam mahasiswa lain yang menjadi korban dalam Diksar tersebut. Salah satunya mengalami pecah gendang telinga dan telah mengundurkan diri dari perkuliahan, sementara empat korban lainnya mengalami dampak psikologis serius, seperti rasa takut bertemu senior karena ancaman.

Kasus Pratama Wijaya Kusuma ini harus menjadi momentum bagi Unila untuk berbenah total. Masyarakat, khususnya di  Bandar Lampung dan seluruh Lampung, menuntut:

Penyelidikan Menyeluruh dan Transparan: Penyelidikan yang independen dan terbuka untuk mengungkap seluruh fakta di balik kematian Pratama, termasuk identitas semua pihak yang bertanggung jawab.

Sanksi Tegas dan Setimpal: Pemberian sanksi yang setimpal kepada semua pihak yang terlibat, baik pelaku kekerasan maupun pihak yang lalai dalam pengawasan, tanpa pandang bulu.

Evaluasi Total Diksar: Evaluasi menyeluruh terhadap semua kegiatan Diksar dan organisasi mahasiswa untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.

Perlindungan Mahasiswa: Komitmen nyata dari pihak kampus untuk menjamin keamanan dan keselamatan seluruh mahasiswanya.

What's Your Reaction?

Like Like 0
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0
redaksi_inrealita Tim Redaksi in:REALITA adalah kelompok jurnalis dan penulis profesional yang berdedikasi dalam menyajikan berita terpercaya, tajam, dan berimbang di Lampung dan sekitarnya. Kami berkomitmen menghadirkan informasi yang aktual, mendalam, dan mudah dipahami untuk masyarakat modern yang haus akan fakta dan perspektif baru. Dengan pengalaman luas di bidang media dan teknologi digital, Tim Redaksi in:REALITA siap menjadi sumber berita terpercaya yang mengedepankan integritas dan inovasi jurnalistik.